Wednesday 24 December 2008

Efek Domino Bom Berjalan

Genderang pesta demokrasi Indonesia telah dibunyikan. Sebanyak 38 partai dilegalkan sebagai peserta pemilu 2009. Layaknya tahun-tahun sebelumnya, perang yang diusung dengan nama kampanye pun mulai dilancarkan. Seperti biasa, bendera partai menjadi hiasan baru di jalan raya. Tak cukup bendera, ribuan poster calon legislatif(caleg) bertebaran, menggombal ratusan janji yang memualkan.

Wajah mereka menyulap pohon yang sejatinya paru-paru kota menjadi sandaran untuk menjual diri. Tak cukup pohon yang menjadi sasaran tembak. Becak, tiang listrik, warung kopi, bahkan gerobak bakso pun menjadi santapan empuk. Bermodal selembar Rupiah, mereka leluasa nampang layaknya gambar wanita pada bungkus jamu Nyonya Menir, atau gambar Orang Tua pada botol anggur kolesom.

Tak cukup sampai disitu, nafsu untuk merebut satu kursi empuk dalam warung demokrasi membuat mereka berputar otak untuk berinovasi. Kali ini mereka mencoba menjual janji melalui angkutan kota(angkot). Layaknya orang latah, sekali salah satu calon menempel poster di kaca bagian belakang angkot, maka calon lain pun tergiur untuk melakukannya.

"Angkot itu mobilitasnya tinggi, jadi, selain efisien, nempel poster di angkot juga sangat murah," ungkap tim sukses salah satu Caleg yang enggan disebutkan namanya. Memang penempelan atribut di angkot sudah ada sejak awal demokrasi, tepatnya pada pemilu 1999. Tapi, waktu itu hanya ikon partai yang selalu wira-wiri, baik itu di terminal, di pasar, di pinggiran jalang, atau kala angkot berjalan. Sepuluh tahun berselang, gantian foto caleg yang nongol di angkot.

Kalau kita nalar, memang ada benarnya juga. Bagaimana tidak, mobilitas angkot seolah bagai bom yang berjalan. Janji-janji para caleg bisa saja membuahkan efek domino. Karena, masyarakat disuguhi anggapan bahwa merekalah pahlawan yang 'katanya' dapat membawa Indonesia ke arah lebih baik.

Lalu, apakah mereka akan menempati janji yang mereka obral. Kita lihat saja nanti. Pasalnya, Rupiah yang mereka keluarkan untuk ongkos jual diri sangatlah banyak. Kalau sudah terpilih, giliran mereka untuk balik modal.

"Ada 11 ribu caleg dan masing-masing minimal mengeluarkan uang Rp 200 juta, maka bayangkan, uang yang beredar sekitar Rp 10 T. Belum lagi kalau pilpres juga dua putaran seperti tahun 2004 lalu." jelas Motivator, Kafi Kurnia.