Wednesday 19 August 2015

Berantem Mulu, Kapan Kerjanya?

Ketika sedang asyik chatting dengan kesayangan, pijar merah di smartphone tiba-tiba berkedip. Sejurus kemudian, muncul pesan broadcast dari salah satu kawan. Bunyi pesan itu adalah sebuah statement dari salah satu tokoh masyarakat tentang Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi. Nama Imam Nahrawi disorot menyusul pernyataannya yang membolehkan judi bola. Bak sebuah ranjau, beberapa kawan juga menulis status yang isinya menyindir pernyataan menpora tersebut. Bahkan ada pula yang menyertakan link video yang ditunggah di situs Youtube.

Jika melihat video berdurasi 2 menit 22 detik ini, tak salah bila Menpora Imam mendapat sorotan tentang pernyataannya itu. ''Saya ingin menyatakan bahwa, silahkan mereka berjudi bola. Itu hak mereka. Tapi jangan pernah hasil judi atau cara judi itu masuk kepada pengaturan skor dan masuk ke lapangan. Cukup di tribun aja mereka berjudi main remi. Tapi kalau sudah masuk ke lapangan, mengatur wasit, mengatur pemain, maka dimana sesungguhnya pondasi revolusi mental terjadi,'' kata Menpora Imam.

Keseleo lidah yang dialami Menpora Imam langsung dijadikan sebagai bahan bully bagi kubu PSSI, atau kroni beserta kelompok yang mendukungnya. Menteri asal Bangkalan ini dalam posisi tersudut. Pernyataan Menpora Imam seolah menjadi counter attack dari PSSI yang beberapa bulan terakhir dipojokkan oleh kasus tuduhan pengaturan skor. "Ini pernyataan yang sangat fatal bagi seorang Menteri. Yang seakan menyuruh orang berjudi di sepak bola tidak apa-apa,'' kata Wakil Ketua Umum PSSI, Hinca Pandjaitan.

"Sejak tahun 2014 seluruh pengurus PSSI telah menandatangi pakta integritas terhadap segala macam pengaturan skor. PSSI juga menggandeng Sportradar yang merupakan badan penyedia sistem untuk mencegah federasi olahraga, liga, maupun klub, dalam memerangi masalah pengaturan skor yang umumnya dilakoni oleh rumah-rumah judi legal ataupun ilegal," sambung Hinca seperti yang dilansir Sindonews, 14 Agustus kemarin.

Perseteruan antara PSSI dengan Kemenpora pun memasuki episode baru. Kedua pihak ini seolah tak pernah lelah untuk berseteru. Tak ada yang mau mengalah. Semua saling menyalahkan. Pertanyannya, apakah dengan perang urat syaraf ini ini, mereka dapat membersihkan sepakbola Indonesia dari tangan-tangan mafia pengaturan skor? Anda-anda sekalian masih ingat dengan upaya suap yang dilakukan oleh Johan Ibo kepada penggawa Pusamania Borneo FC kan? Apakah kasus ini pernah selesai?

Anda-anda sekalian juga masih ingat dengan pernyataan orang yang berinisial BS tentang praktek pengaturan skor di Indonesia, kan? Dan, sama seperti kasus Johan Ibo, apakah ada tindak lanjut atas kesaksian dari BS? Mana janji Kemenpora dan PSSI untuk mengusut tuntas dua topik terhangat itu? Kok sampai dengan saat ini kita-kita masyarakat sepakbola ini belum pernah membaca koran yang menyantumkan headline "Sepakbola Indonesia Bersih Dari Mafia."

Padahal dalam pernyataannya di atas, Hinca sudah mengatakan bahwa PSSI sudah menggandeng Sportradar untuk membersihkan sepakbola Indonesia dari tangan-tangan pengaturan skor. Lalu gimana hasilnya? Masa iya masih bisa kecolongan oleh 'pemain baru' seperti Johan Ibo? Bareskrim Mabes Polri juga kabarnya sudah menanggapi laporan BS dan berjanji untuk menelusuri. "Pokoknya apapun juga yang bentuk-bentuk kejahatan, termasuk suap, kalau memang ada pasti kita akan membantu siapapun juga. Apalagi persepakbolaan di Indonesia ini milik rakyat," ucap Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Anton Charliyan di Surabaya, 17 Juni lalu. Sayang, sampai dengan saat ini belum ada hasil yang signifikan.

Agaknya kedua kubu yang saling berseteru ini harus direvolusi mental. Harus diruwat. Sudah cukup banyak mereka berbicara, menebar janji-janji yang belum jelas realisasinya. Bukan kah orang-orang bijak sudah mengajarkan bahwa diam adalah emas. Jadi kenapa masih saja berkoar-koar saling tuding, saling larang dan saling merasa paling benar? Nggak mbois blas. Sikap kayak gitu sudah kuno dan nggak kekinian banget. Masyarakat bola Indonesia juga sudah cerdas. Mereka juga sudah capek. Mereka hanya butuh tindakan nyata, dan cepat.

Vietnam adalah negara yang layak dijadikan uswatun hasanah untuk masalah membersihkan sepakbola dari jerat mafia. Di Vietnam, semua jajaran, mulai dari federasi sepakbolanya, pemerintah dan pihak kepolisian, bersatu untuk membereskan masalah ini. Pelaku-pelakunya mereka tangkap. Mereka hukum berat supaya memberikan efek jera. Mereka juga nggak hobi pencitraaan di media tuh. Mereka bekerja dalam diam, dalam kesunyian. Namun menyuguhkan yang nyata. Jika  PSSI-nya Vietnam saja bisa bersatu dengan pemerintahnya, seharusnya Indonesia juga bisa, kan?

Bola.net, 18 Agustus 2015