Friday 14 August 2015

Cun Li Se dan Keabadian LA Lakers

"It's unbelievable how much you don't know about the game you've been playing all yout life." Kata-kata dari Mickey Mantle ini membuka film tentang olahraga yang dibintangi Brad Pitt, Moneyball. Bagi Anda yang seorang movieholic, pasti sudah mengenal film yang dirilis tahun 2011 ini. Moneyball bercerita tentang Oakland Athletics yang menorehkan tinta emas dalam sejarah bisbol Amerika Serikat.

Athletics memulai kompetisi dari abu. Sebagai tim medioker, mereka harus merelakan kepergian bintang mereka, seperti Jason Giambi, Johnny Damon dan Jason Isringhausen. Pada akhirnya tim semenjana ini adalah yang pertama membubuhkan kemenangan beruntun terpanjang dalam sejarah American League (AL), yakni 20 kali. Rekor 20 winning streak memang tak membawa Athletics pada gelar juara, tapi catatan itu menempatkan mereka pada keabadian.

Namun bukan bisbol yang akan kita bahas. Melainkan basket. Para pecinta basket pasti tahu bagaimana cerita tentang dahsyatnya penampilan Los Angeles Lakers pada penyelenggaraan National Basketball Association (NBA) musim 1971-1972. Lakers berhasil menenangkan 33 pertandingan beruntun tanpa kalah satu kalipun. Rekor itu mereka catatkan sejak 5 November 1971 hingga 7 Januari 1972. Lakers menutup musim dengan gelar juara dengan 69 kemenangan dari total 82 laga yang mereka mainkan pada musim itu.

Awalnya perjuangan 'orang danau' yang berhasil mencapai keabadian itu, tak disangka oleh sejumlah kalangan. Maklum, meski diperkuat sejumlah legenda seperti Wilt Chamberlain, Elgin Baylor, Jerry West, Pat Riley, Gail Goodrich dan Happy Hairston, namun beberapa dari mereka sudah memasuki masa udzur. Golden age-nya sudah lewat. Chamberlain dan West misalnya. Saat itu keduanya sudah berusia 35 dan 33 tahun. Bahkan Elgin Baylor sudah menginjak usia 37 tahun. Cedera menjadi momok yang kerap menghantui ketiga pemain senior ini.

Sebelum kompetisi musim 1971-1972 dimulai, banyak orang yang memprediksi bahwa cincin juara NBA akan jatuh kepada Boston Celtic atau Milwaukee Bucks. Apalagi Bucks diperkuat sang super star NBA pada saat itu, Kareem Abdul-Jabbar. Adalah seorang Bill Sharman yang membuat Lakers menjadi kekuatan yang menakutkan. Tangan dingin Sharman menjadikan penggawa veteran Lakers, menjelma sebagai tim yang unstoppable alias tidak bisa dihentikan. Sebanyak 33 pertandingan mereka lakoni dengan kemenangan. Wow, amazing.

Akhirnya pada 26 Maret 1972, kemenangan gemilang atas Seattle SuperSonics dengan 124-98, mengantarkan tim yang identik dengan warna ungu dan emas ini sebagai kampiun NBA musim itu. Rekor 33 kemenangan beruntun akhirnya masuk dalam kategori immortal. Sampai dengan saat ini, belum ada satupun tim NBA yang mampu menyamai apalagi melewati rekor tersebut.

Lebih dari empat dasawarsa berselang, muncul sebuah tim basket profesional dari Kota Surabaya yang mencoba meniti keabadian. Namanya Cun Li Se atau yang beken dengan sebutan CLS Knights. Tak bermaksud mendiskreditkan, tapi bila dibandingkan dengan Satria Muda, Pelita Jaya dan Aspac Jakarta, nama CLS Knights jelas bukan tandingan mereka. Dari segi materi pemain dan keuangan saja, tim kesatria ungu masih berada di bawah ketiga tim big three tersebut.

Sebelum kompetisi IndiHome NBL Indonesia musim 2014-2015 dimulai, publik basket tanah air dibuat gembar dengan kabar mundurnya CLS Knights dari keikutsertaan. Faktor dana menjadi alasan mereka untuk absen dari kompetisi basket terakbar di Indonesia tersebut. Surat pengunduran diri sudah diajukan ke Dewan Komisaris NBL Indonesia, 13 hari menjelang kompetisi bergulir. Mendadak hastag #saveCLSKnights sudah menjadi trending topic di situs jejaring sosial, Twitter.

Dewan Komisaris menolak pengunduran diri itu. Mengacu pada peraturan pelaksanaan NBL Indonesia Bab V pasal 3 poin 1 tentang pengunduran diri, perubahan, dan penambahan klub, disebutkan bahwa klub yang mundur dari NBL Indonesia, harus mengajukan permohonan secara tertulis dengan alasan yang kuat kepada Commissioner dan Dewan Komisaris NBL Indonesia selambat-lambatnya 60 hari sebelum liga dimulai. CLS Knights akhinya tetap berkompetisi di IndiHome NBL Indonesia musim 2014-2015.

CLS Knights berjalan tertatih-tatih di awal musim. Penampilan mereka fluktuatif dan tidak konsisten. Tapi perlanan kemenangan demi kemenangan berhasil mereka gapai. Tim asuhan Kim Dong-won menjelma menjadi sebuah tim yang tangguh dan haus akan kemenangan. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 14 kemenangan beruntun berhasil mereka catatkan. Rekor winning streak ini juga sukses melewati catatan Satria Muda yang mencetak 13 kemenangan beruntun di awal musim 2013-2014.

Dalam sebuah wawancara, Wahyu Widayat Jati, asisten pelatih CLS Knights menjelaskan bahwa rekor tersebut menunjukkan perbaikan yang terjadi pada Dimaz Muharri dan kawan-kawan. Sosok sang pelatih, yakni Mr Kim juga tidak boleh dikesampingkan. Kaleb Ramot Gemilang, power forward CLS Knights menggambarkan bagaimana Mr Kim mengubah CLS Knight menjadi sebuah mesin penghancur.

"Dalam latihan kami diminta untuk mengabaikan rekor itu. Terus bekerja keras dan fokus untuk menjadi lebih baik," ucap Kaleb. Sayang rekor tersebut akhirnya terhenti di tangan Pelita Jaya dengan skor tipis 84-88, 8 April lalu. Ironisnya, CLS Knights tumbang ketika mereka bermain di kandang sendiri, DBL Arena. Pupus sudah harapan CLS Knight untuk meneruskan cerita keperkasaan mereka. Hasil di seri Surabaya membuat CLS Knight harus puas finish di posisi ketiga musim reguler.

Seluruh penggawa, tim pelatih, offisial bahkan para pendukung pasti sangat kecewa dengan kegagalan untuk meneruskan rekor dan gagal menjadi juara musim reguler IndiHome NBL Indonesia. Tapi rasa kecewa tak sepatutnya berlangsung terus menerus. Sebab rekor winning streak bisa menjadi modal CLS Knights untuk berkiprah di Championship Series 2015 yang akan dimulai 2-10 Mei, di Hall Basket Senayan, Jakarta.

Bila pasukan Mr Kim mampu mengonversi kekecewaan di musim reguler menjadi sebuah kekuatan pada babak Championship Series, bukan tiak mungkin sang kesatria ungu akan menjadi juara di musim kelima penyelenggaraan IndiHome NBL Indonesia. Bukankah Michael Jordan pernah berujar, "It’s about work before glory, and what’s inside of you. It’s doing what they say you can’t."

Beritajatim.com, 2 Mei 2015