Pagi masih sangat buta kala salah
seorang teman dari Ibu Kota mengirimkan sebuah pertanyaan via Blackberry
Messenger (BBM). Kawan karib yang saya kenal di Hanoi, Vietnam tersebut
bertanya singkat, "Siapa BS itu, Le?" Belum sempat saya memberikan
jawaban, dia kirim pertanyaan kedua, "Katanya dia dari Jawa Timur.
Dirimu ngerti ora?"
Saya kemudian menyodorkan sejumlah nama
sesuai dengan inisial tersebut. Nama-nama yang saya kenal atau sekadar
tahu saja. Kesemuanya berasal dari Jawa Timur. Kami kemudian melakukan
perbincangan singkat. Kami hanya bisa menerka tanpa dan menduga saja.
Tanpa tahu siapa sebenarnya BS yang namanya sedang tenar di media massa
tersebut.
Oh iya, sekadar tahu saja. Nama BS menjadi bahan
pembicaraan ketika ia menjadi saksi dari sejumlah kasus suap yang
melanda sepakbola Indonesia. Bahkan menurut surat kabar yang saya baca
pagi ini, sejumlah tokoh sepakbola Indonesia, sudah pernah menjadi klien
BS. Pengakuan BS kini sudah masuk dalam berkas Bareskrim Mabes Polri.
Back
to the story, jam menunjukkan pukul 08.00, itu artinya saya harus
besiap memulai aktifitas. Namun sebuah petikan tembang rancak dari Disk
Jockey (DJ) asal Swedia, Aviici menggema di ruangan. Oh ternyata Lumia
kuning saya berdering. Dari layar smartphone, tertulis sebuah nama
mantan pesepakbola asal Surabaya.
"Tumben pagi-pagi sudah
telepon," gumam saya. Kami lalu berbincang. Dan bisa ditebak, topik
perbincangan kami tentu saja soal si BS tadi. Menurut penuturan kawan
saya ini, ada tiga nama yang diduga sebagai BS. Ketiga BS yang
disebutkan olehnya, merupakan mantan pemain sepakbola. BS pertama adalah
eks pemain dan pelatih sebuah klub asal Sumatera.
BS kedua
adalah mantan pesepakbola yang saat ini sedang menukangi sebuah klub
Divisi Utama. Sedangkan BS yang ketiga adalah eks penggawa Timnas
Indonesia jaman lawas. Dari ketiga BS tersebut, kencenderungan lebih
kepada BS yang pertama. Kebetulan kawan saya ini mengaku tahu sepak
terjangnya di sepakbola nasional.
Saya kemudian dijelaskan
berbagai hal-hal yang menurutnya merupakan rahasia di dunia sepakbola
Indonesia. Menurut karib saya ini, BS merupakan transporter. Ia adalah
penghubung antara bandar dengan klub. Meski ragu jika BS juga 'bermain'
sampai dengan level Timnas, tapi ia tak menampik bahwa mafia bola memang
ada.
Mereka nyata. Namun sifatnya seperti udara. Udara bisa
dirasa oleh semua indera. Kecuali mata. Itu karena udara memang kasat
mata. Begitu pula mafia sepakbola. Usai bicara panjang lebar, muncul
kekhawatiran jika pengakuan BS ini bakal menjadi angin lalu saja, sama
halnya dengan kasus Pusamania Borneo FC dengan Johan Ibo.
Berbicara
mengenai mafia sepakbola, Indonesia nampaknya harus belajar dari
Vietnam. Negeri yang kualitas Timnasnya sudah jauh meninggalkan
Indonesia tersebut, sebenarnya pernah berhadapan dengan masalah yang
serupa. Bedanya, federasi sepakbola Vietnam berani menggandeng pihak
kepolisian untuk membereskan dagelan sepakbola di negerinya.
Sedangkan
di Indonesia, kita sudah tahu semua bagaimana reaksi dan sikap PSSI
ketika kasus Johan Ibo mencuat. Sampai dengan detik ini, tak ada
tindakan konkret dan serius dari PSSI untuk membereskan masalah
tersebut. Padahal, seingat saya sih, PSSI pernah mengungkapkan bahwa
mereka sudah menjalin kerjasama dengan Sportradar untuk memberangus
mafia bola. Hasilnya?
Well, sang surya sudah meninggi. Waktunya beraktifitas. Selamat pagi BS. Sepakbola Indonesia, sehat?
17 Juni 2015