Bila
satu bintang telah terlahir
Takkan
ada yang bisa
Menutupi
sinarnya, menghalau kilaunya
Sembunyikan
terangnya
Itu
merupakan petikan lirik dari salah satu lagu milik mega band Indonesia, Dewa 19
yang berjudul Juara Sejati. Menurut laman Wikipedia, tembang tersebut menjadi theme
song resmi Piala Dunia 2002 di Indonesia. Di waktu yang sama, band Tanah Air
lainnya, yakni Padi, juga menempatkan salah satu lagunya yang berjudul, Work Of
Heaven masuk dalam The Official Album of the 2002 FIFA World Cup. Kota Surabaya
jelas bangga. Sebab Dewa 19 maupun Padi sama-sama lahir di Kota Pahlawan.
Surabaya,
pada saat itu, sebenarnya telah melahirkan bocah yang kelak menjadi bakat besar
di sepakbola Indonesia. Evan Dimas Darmono namanya. Ketika Piala Dunia 2002
diselenggarakan di Jepang dan Korea Selatan, Evan masih bau iler. Usianya baru
menginjak lima tahun lebih dikit. Evan juga baru belajar menendang di lapangan sekitar
kampungnya, Ngemplak, Surabaya Barat. 13 tahun setelah Dewa 19 dan Padi
‘meledakkan’ jagat musik Tanah Air lewat partisipasinya di Piala Dunia, giliran
Evan yang melakukannya.
Jumat
(7/8) besok, atau sekitar tiga hari lagi, Evan akan terbang ke Spanyol. Ini
adalah kunjungan ketiganya selama empat tahun terakhir. Pada tahun 2012 lalu,
Evan mengunjungi akademi tersohor milik Barcelona, La Masia. Ia menjadi wakil
Indonesia dalam sebuah coaching clinic yang diadakan oleh salah satu apparel
‘contreng’ asal Amerika Serikat. Selang 24 purnama, ia kembali ke Barcelona di
tahun 2014. Kali ini Evan datang sebagai kapten Tim Nasional (Timnas) U-19.
Bersama skuat Garuda Jaya, ia sempat mencicipi aroma Negeri Matador melalui
sebuah pertandingan uji coba kontra Barcelona B. Evan, dan para pemain Timnas
U-19 lainnya tentunya, cukup beruntung karena Barcelona B diperkuat Luis
Suarez.
Akhirnya
Evan akan kembali ke Spanyol dalam akhir pekan ini. Bedanya, ia akan terbang
sendiri, tidak bersama rekan-rekannya di Timnas U-19. “Ada saudaranya Pak Gede
sebagai pendamping saya selama disana,” begitu kata Evan usai berlatih, Selasa
(4/8) pagi. Keberangkatan Evan ke Spanyol memang tak lepas dari campur tangan
Gede Widiade. Bos Persebaya inilah yang menjadi aktor di balik semuanya. Gede
tak sendiri. Ia dibantu oleh salah seorang pengusaha yang ia sebut sebagai
koleganya.
Meski
menjadi pendukung berat Barcelona, Evan sebanarnya hanya fans layar kaca
belaka, seperti pada umumnya suporter klub-klub Eropa di Indonesia. Ia tak tahu
secara persis bagaimana seluk-beluk sepakbola Spanyol. Sejak kabar keberangkatannya
terungkap akhir Juli lalu, Evan bahkan tak tahu bahwa ia akan ke Spanyol. Ia
juga menggelengkan kepala ketika ditanya dimana klub yang akan menjajalnya.
“Beneran saya nggak tahu, Mas,” kata Evan kala itu. Aneh memang. Tapi seperti
itulah faktanya.
Sulung
dari empat bersaudara ini mengaku benar-benar nol putul ketika ditanya tentang
kesempatan trial di klub Spanyol. Ia pasrah dengan segala keputusan yang
diambil Gede. Semua, dari A sampai Z, Evan manut dan tunduk dengan segala
kehijakan yang diambil CEO Persebaya ini. Meski itu menyangkut masa depannya di
lapangan bola. “Pak Gede yang mengurus semua. Saya ikut apa kata Pak Gede
saja,” tutur Evan.
Belajar Dari
Kasus Tevez dan Mascherano
Sami'na wa
atho'na.
Kami
mendengar dan kami taat. Kalimat ini familiar di kalangan pesantren. Para
santri yang mondok, diwajibkan untuk taat pada aturan pondok. Evan pun nampaknya
menjunjung tinggi kata-kata tersebut. Sah-sah saja bagi Evan bila ia pasrah dan
taat dengan apa yang diputuskan oleh Gede. Namun hendaknya dia juga belajar
dari kasus Carlos Tevez dan Javier Mascherano. Dari kedua pemain ini, dunia
akhirnya mengenal istilah ‘Third-Party' ownership, atau kepemilikan pihak
ketiga. Kasus ini menyeruak awal tahun tahun 2000an lalu. Saat Tevez dan
Mascherano masih unyu-unyu. Tevez dan Mascherano membawa kita mengenal sebuah
perusahaan bernama Media Sports Investments (MSI) yang dimilliki Kia
Joorabchian, seorang pengusaha asal Inggris berdarah Iran.
Sejak
tahun 2004, Joorabchian dengan perusahaan MSI-nya menguasai 51 persen saham Corinthians.
Bukan hanya itu, MSI juga mengantongi hak ekonomi sejumlah pemain, seperti
Tevez (35 persen), Carlos Alberto (50 persen) dan Sebastian Dominguez (100
persen). Sedangkan untuk Mascherano, MSI bekerja sama dengan Global Soccer
Agencies yang membeli pemain Corinthians. Salah satunya adalah Javier
Mascherano. Seperti yang diketahui bersama, kedua pemain ini akhirnya terbang
ke Inggris untuk bergabung dengan West Ham di tahun 2006.
Media
di Negeri Ratu Elizabeth mulai mengendus ketidak beresan dalam transfer mereka.
West Ham dituding tak benar-benar membeli kedua pemain ini. Sebab hak ekonomi
Tevez dan Mascherano masih menjadi milik Joorabachian dan MSI. Tevez akhirnya
hijrah ke Manchester United dengan status pinjaman. Sedangkan Mascherano
berbaju Liverpool. Dari kasus Tevez dan Mascherano, kita diperkenalkan dengan
sistem baru kepemilikan pemain dalam dunia olahraga, khususnya sepakbola.
Sistem kepemilikan macam ini memang memantik kontra dari masyarakat. Sebab
praktek ini lebih menguntungkan pihak ketiga dibanding klub yang sudah membina
pemain tersebut.
Melalui
artikel ini, penulis tak mengajak Anda untuk suudzon dengan niat Gede Widiade
membawa Evan Dimas ke Eropa. Kita patut memberikan apresiasi ke Gede atas
upayanya ‘menyelamatkan’ Evan dari kemelut sepakbola nasional yang tidak
kunjung usai ini. Coba jawab pertanyaan ini. Apakah Anda tega melihat bakat
besar yang mendiami tubuh Evan, harus disia-siakan dengan bermain di turnamen
sepakbola antar kampung (tarkam)? Apakah Anda mau hadiah yang diberikan Tuhan bernama
Evan Dimas ini, terbengkalai karena tak kunjung diputarnya roda kompetisi profesional
di Indonesia?
Meski
menjadi Mesiah untuk masa depan karier Evan di lapangan hijau, Gede juga tidak
boleh sak karepe dewe. Haram bagi Gede untuk memanfaatkan Evan sebagai ladang
bisnis, demi mengeruk keuntungan pribadi dan memperkaya pundi-pundi dolarnya.
Jangan sampai di kemudian hari, kita mendengar bahwa hak ekonomi Evan ternyata
dikuasai, penuh atau tidak penuh, oleh pengusaha asal Wonokromo, Surabaya ini.
Penulis berharap Gede komitmen dengan pernyataan yang pernah ia lontarkan.
Bahwa, “Semua pemain berhak untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.” Sukses
yo, Van.
Bola.net, 4 Agustus 2015