Monday 10 August 2015

Evan Dimas dan Pelajaran dari Carlos Tevez

Bila satu bintang telah terlahir
Takkan ada yang bisa
Menutupi sinarnya, menghalau kilaunya
Sembunyikan terangnya

Itu merupakan petikan lirik dari salah satu lagu milik mega band Indonesia, Dewa 19 yang berjudul Juara Sejati. Menurut laman Wikipedia, tembang tersebut menjadi theme song resmi Piala Dunia 2002 di Indonesia. Di waktu yang sama, band Tanah Air lainnya, yakni Padi, juga menempatkan salah satu lagunya yang berjudul, Work Of Heaven masuk dalam The Official Album of the 2002 FIFA World Cup. Kota Surabaya jelas bangga. Sebab Dewa 19 maupun Padi sama-sama lahir di Kota Pahlawan.

Surabaya, pada saat itu, sebenarnya telah melahirkan bocah yang kelak menjadi bakat besar di sepakbola Indonesia. Evan Dimas Darmono namanya. Ketika Piala Dunia 2002 diselenggarakan di Jepang dan Korea Selatan, Evan masih bau iler. Usianya baru menginjak lima tahun lebih dikit. Evan juga baru belajar menendang di lapangan sekitar kampungnya, Ngemplak, Surabaya Barat. 13 tahun setelah Dewa 19 dan Padi ‘meledakkan’ jagat musik Tanah Air lewat partisipasinya di Piala Dunia, giliran Evan yang melakukannya.

Jumat (7/8) besok, atau sekitar tiga hari lagi, Evan akan terbang ke Spanyol. Ini adalah kunjungan ketiganya selama empat tahun terakhir. Pada tahun 2012 lalu, Evan mengunjungi akademi tersohor milik Barcelona, La Masia. Ia menjadi wakil Indonesia dalam sebuah coaching clinic yang diadakan oleh salah satu apparel ‘contreng’ asal Amerika Serikat. Selang 24 purnama, ia kembali ke Barcelona di tahun 2014. Kali ini Evan datang sebagai kapten Tim Nasional (Timnas) U-19. Bersama skuat Garuda Jaya, ia sempat mencicipi aroma Negeri Matador melalui sebuah pertandingan uji coba kontra Barcelona B. Evan, dan para pemain Timnas U-19 lainnya tentunya, cukup beruntung karena Barcelona B diperkuat Luis Suarez.

Akhirnya Evan akan kembali ke Spanyol dalam akhir pekan ini. Bedanya, ia akan terbang sendiri, tidak bersama rekan-rekannya di Timnas U-19. “Ada saudaranya Pak Gede sebagai pendamping saya selama disana,” begitu kata Evan usai berlatih, Selasa (4/8) pagi. Keberangkatan Evan ke Spanyol memang tak lepas dari campur tangan Gede Widiade. Bos Persebaya inilah yang menjadi aktor di balik semuanya. Gede tak sendiri. Ia dibantu oleh salah seorang pengusaha yang ia sebut sebagai koleganya.

Meski menjadi pendukung berat Barcelona, Evan sebanarnya hanya fans layar kaca belaka, seperti pada umumnya suporter klub-klub Eropa di Indonesia. Ia tak tahu secara persis bagaimana seluk-beluk sepakbola Spanyol. Sejak kabar keberangkatannya terungkap akhir Juli lalu, Evan bahkan tak tahu bahwa ia akan ke Spanyol. Ia juga menggelengkan kepala ketika ditanya dimana klub yang akan menjajalnya. “Beneran saya nggak tahu, Mas,” kata Evan kala itu. Aneh memang. Tapi seperti itulah faktanya.

Sulung dari empat bersaudara ini mengaku benar-benar nol putul ketika ditanya tentang kesempatan trial di klub Spanyol. Ia pasrah dengan segala keputusan yang diambil Gede. Semua, dari A sampai Z, Evan manut dan tunduk dengan segala kehijakan yang diambil CEO Persebaya ini. Meski itu menyangkut masa depannya di lapangan bola. “Pak Gede yang mengurus semua. Saya ikut apa kata Pak Gede saja,” tutur Evan.

Belajar Dari Kasus Tevez dan Mascherano

Sami'na wa atho'na. Kami mendengar dan kami taat. Kalimat ini familiar di kalangan pesantren. Para santri yang mondok, diwajibkan untuk taat pada aturan pondok. Evan pun nampaknya menjunjung tinggi kata-kata tersebut. Sah-sah saja bagi Evan bila ia pasrah dan taat dengan apa yang diputuskan oleh Gede. Namun hendaknya dia juga belajar dari kasus Carlos Tevez dan Javier Mascherano. Dari kedua pemain ini, dunia akhirnya mengenal istilah ‘Third-Party' ownership, atau kepemilikan pihak ketiga. Kasus ini menyeruak awal tahun tahun 2000an lalu. Saat Tevez dan Mascherano masih unyu-unyu. Tevez dan Mascherano membawa kita mengenal sebuah perusahaan bernama Media Sports Investments (MSI) yang dimilliki Kia Joorabchian, seorang pengusaha asal Inggris berdarah Iran.

Sejak tahun 2004, Joorabchian dengan perusahaan MSI-nya menguasai 51 persen saham Corinthians. Bukan hanya itu, MSI juga mengantongi hak ekonomi sejumlah pemain, seperti Tevez (35 persen), Carlos Alberto (50 persen) dan Sebastian Dominguez (100 persen). Sedangkan untuk Mascherano, MSI bekerja sama dengan Global Soccer Agencies yang membeli pemain Corinthians. Salah satunya adalah Javier Mascherano. Seperti yang diketahui bersama, kedua pemain ini akhirnya terbang ke Inggris untuk bergabung dengan West Ham di tahun 2006.

Media di Negeri Ratu Elizabeth mulai mengendus ketidak beresan dalam transfer mereka. West Ham dituding tak benar-benar membeli kedua pemain ini. Sebab hak ekonomi Tevez dan Mascherano masih menjadi milik Joorabachian dan MSI. Tevez akhirnya hijrah ke Manchester United dengan status pinjaman. Sedangkan Mascherano berbaju Liverpool. Dari kasus Tevez dan Mascherano, kita diperkenalkan dengan sistem baru kepemilikan pemain dalam dunia olahraga, khususnya sepakbola. Sistem kepemilikan macam ini memang memantik kontra dari masyarakat. Sebab praktek ini lebih menguntungkan pihak ketiga dibanding klub yang sudah membina pemain tersebut.

Melalui artikel ini, penulis tak mengajak Anda untuk suudzon dengan niat Gede Widiade membawa Evan Dimas ke Eropa. Kita patut memberikan apresiasi ke Gede atas upayanya ‘menyelamatkan’ Evan dari kemelut sepakbola nasional yang tidak kunjung usai ini. Coba jawab pertanyaan ini. Apakah Anda tega melihat bakat besar yang mendiami tubuh Evan, harus disia-siakan dengan bermain di turnamen sepakbola antar kampung (tarkam)? Apakah Anda mau hadiah yang diberikan Tuhan bernama Evan Dimas ini, terbengkalai karena tak kunjung diputarnya roda kompetisi profesional di Indonesia?

Meski menjadi Mesiah untuk masa depan karier Evan di lapangan hijau, Gede juga tidak boleh sak karepe dewe. Haram bagi Gede untuk memanfaatkan Evan sebagai ladang bisnis, demi mengeruk keuntungan pribadi dan memperkaya pundi-pundi dolarnya. Jangan sampai di kemudian hari, kita mendengar bahwa hak ekonomi Evan ternyata dikuasai, penuh atau tidak penuh, oleh pengusaha asal Wonokromo, Surabaya ini. Penulis berharap Gede komitmen dengan pernyataan yang pernah ia lontarkan. Bahwa, “Semua pemain berhak untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.” Sukses yo, Van.

Bola.net, 4 Agustus 2015